Tuesday, June 27, 2006

Remaja dan Anemia


Jumat, 28 Juni 2002

Sebagai remaja, kita tentunya punya seabrek kegiatan: sekolah dari pagi sampai siang, diterusin dengan kegiatan ekskul sampai sore; belum lagi kalau ada les atau kegiatan tambahan: bahasa Inggris, piano, berenang, main basket, dan masih banyak lagi. Semua kesibukan itu sering bikin kita enggak sempat makan, apalagi mikir komposisi dan kandungan gizi dari makanan yang masuk ke tubuh kita. Akibatnya, kita sering merasa kecapaian, lemas, dan tidak bertenaga. Akan tetapi, kondisi cepat capai dan lemas tadi bisa juga disebabkan oleh anemia, atau yang dalam bahasa sehari-hari disebut kurang darah.

Pada orang sehat, butir-butir darah merah mengandung hemoglobin, yaitu sel darah merah bertugas membawa oksigen serta zat gizi lain seperti vitamin dan mineral ke otak dan ke jaringan dan organ tubuh lain. Anemia terjadi bila jumlah sel darah merah secara keseluruhan atau jumlah hemoglobin dalam darah merah berkurang. Dengan berkurangnya hemoglobin ataupun darah merah tadi, tentunya kemampuan sel darah merah untuk membawa oksigen ke seluruh tubuh berkurang. Akibatnya, tubuh kita juga kurang mendapat pasokan oksigen, yang menyebabkan tubuh lemas dan cepat lelah.

Jenis anemia yang paling sering ditemui adalah kekurangan zat besi, yang terjadi bila kita kehilangan banyak darah dari tubuh (baik karena pendarahan luka maupun karena menstruasi), ataupun karena makanan yang kita konsumsi kurang mengandung zat besi. Infeksi cacing tambang, malaria, ataupun disentri juga bisa menyebabkan kekurangan darah yang parah. Ada beberapa tahap sampai tubuh kita kekurangan zat besi. Mula-mula, simpanan zat besi dalam tubuh menurun. Dengan menurunnya zat besi, produksi hemoglobin dan sel darah merah pun berkurang.

Selain kekurangan zat besi, masih ada dua jenis lagi anemia yang sering terjadi pada anak-anak dan remaja. Aplastic anemia terjadi bila sel yang memproduksi butir darah merah (terletak pada sumsum tulang belakang) tidak dapat menjalankan tugasnya. Hal ini dapat terjadi karena infeksi virus, radiasi, kemoterapi atau obat tertentu. Sedangkan jenis berikutnya adalah haemolytic anemia, yang terjadi ketika sel darah merah hancur secara dini, lebih cepat dari kemampuan tubuh untuk memperbaruinya. Penyebab haemolytic anemia ini pun bermacam-macam, bisa bawaan seperti talasemia atau sickle cell anemia. Pada kasus lain, seperti misalnya reaksi atas infeksi atau obat-obatan tertentu, sel darah merah dirusak sendiri oleh antibodi di dalam tubuh kita.

Anemia tidak menular, tetapi tetap berbahaya. Remaja berisiko tinggi menderita anemia, khususnya kurang zat besi, karena remaja mengalami pertumbuhan yang sangat cepat. Dalam pertumbuhan, tubuh membutuhkan nutrisi dalam jumlah banyak, dan di antaranya adalah zat besi. Bila zat besi yang dipakai untuk pertumbuhan kurang dari yang diproduksi tubuh, maka terjadilah anemia.

Remaja cewek berisiko lebih tinggi terkena anemia daripada cowok. Pertama, karena setiap bulan cewek mengalami menstruasi. Seorang cewek yang mengalami mens yang banyak selama lebih dari lima hari dikhawatirkan akan kehilangan zat besi (sehingga membutuhkan zat besi pengganti) lebih banyak daripada cewek yang mensnya hanya tiga hari dan sedikit. Alasan kedua adalah karena cewek sering kali menjaga penampilan, ingin kurus sehingga berdiet dan mengurangi makan. Diet yang tidak seimbang dengan kebutuhan tubuh akan menyebabkan tubuh kekurangan zat-zat penting seperti zat besi.

Gejala anemia

Anemia jenis apa pun yang diderita, gejala yang menandainya sama, yaitu keletihan. Gejala lain yang mungkin juga muncul adalah warna kekuning-kuningan pada kulit dan bagian putih mata, atau rasa sakit pada tulang.

Kekurangan zat besi menimbulkan beberapa gejala yang tidak terlalu kelihatan jelas, seperti mudah lelah, cepat capai bila berolahraga, sulit konsentrasi, atau mudah lupa. Mengingat hal ini juga biasa dialami oleh orang sibuk yang sehat dan tidak kekurangan zat besi sekalipun, gejala-gejala seperti ini sering luput dari perhatian. Pada umumnya, orang mulai curiga akan adanya anemia bila keadaan sudah makin parah sehingga gejalanya kelihatan lebih jelas, seperti kulit pucat, jantung berdebar-debar, pusing, mudah kehabisan napas ketika naik tangga atau olahraga (karena jantung harus bekerja lebih keras untuk memompa oksigen ke seluruh tubuh).

Bila kita dicurigai menderita anemia, biasanya dokter akan meminta kita melakukan tes darah di laboratorium untuk menghitung sel darah merah. Tes ini akan menentukan antara lain jumlah, ukuran, dan bentuk sel darah merah dan persentase darah merah dalam darah kita. Informasi mengenai hal-hal tadi akan menunjukkan apakah kita menderita anemia.

Kalau kita memang menderita anemia, dokter akan menyelidiki lebih lanjut bagaimana pola makan kita, apakah kita sedang menjalani diet ketat atau olahraga berat. Cewek akan ditanya siklus, lama dan banyaknya menstruasi. Bila pola makan kita baik dan dalam keadaan normal seharusnya tidak membuat kita kekurangan zat besi, maka dokter akan meminta kita melakukan tes lebih lanjut seperti tes tinja, untuk mengetahui apakah kotoran kita berwarna hitam atau mengandung darah. Bila sudah diketahui dengan pasti apa yang terjadi, barulah dokter dapat mengambil tindakan perawatan.

Pengobatan yang dilakukan dokter bermacam-macam tergantung dari jenis dan parahnya anemia yang diderita pasien. Pada tingkat kekurangan zat besi ringan, dokter akan meresepkan obat serta merekomendasikan diet atau pengaturan pola makan khusus. Sedangkan pada anemia yang lebih berat, tindakan yang diambil bisa berupa transfusi darah, pemberian obat atau hormon tertentu yang dapat merangsang produksi sel darah merah, atau transplantasi sumsum tulang belakang.

Apakah anemia dapat dicegah?

Mungkin atau tidaknya anemia dicegah sangat ditentukan oleh penyebabnya. Saat ini, belum ditemukan cara untuk mencegah anemia yang disebabkan karena kelainan darah bawaan. Namun, ada beberapa cara yang dapat ditempuh untuk mencegah anemia karena kekurangan zat besi.

Untuk mencegah kekurangan zat besi, kita sebaiknya mengonsumsi makanan bergizi seimbang dengan asupan zat besi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Zat besi dapat diperoleh dari daging (terutama daging merah seperti sapi dan kambing), telur, ikan dan ayam, serta hati. Pada sayuran, zat besi dapat ditemukan pada sayuran berwarna hijau gelap seperti bayam dan kangkung, buncis, kacang polong, serta kacang-kacangan lain. Perlu kita perhatikan bahwa zat besi yang terdapat pada daging lebih mudah diserap tubuh daripada zat besi pada sayuran atau pada makanan olahan seperti sereal yang diperkuat dengan zat besi.

Selain itu, kita juga harus hati-hati dalam mengombinasikan makanan karena ternyata kombinasi tertentu juga dapat mempengaruhi penyerapan zat besi oleh tubuh. Misalnya, minum teh atau kopi bersamaan dengan makan akan mempersulit penyerapan zat besi, sedangkan vitamin C dapat membantu tubuh menyerap zat besi. Dengan demikian, misalnya, akan terasa percuma kalau saat makan siang kita menyantap nasi, semur daging dan sayur bayam sambil minum es teh. Lebih baik, kita pilih es jeruk atau air putih saja.

Nah, temen-temen, sekali lagi, untuk memastikan bahwa tubuh kita cukup memperoleh zat besi, kita perlu memperhatikan pola makan kita. Seperti sudah selalu diingatkan, sarapan sangat penting bagi kita karena sarapan membuat kita punya cukup energi untuk melakukan aktivitas sepanjang hari. Pastikan bahwa menu sarapan kita mengandung cukup zat besi, yang dapat diperoleh dari bahan-bahan seperti di atas. Jangan sampai kita mengalami kekurangan darah atau anemia hanya karena kita malas makan, atau karena kita berdiet ketat demi penampilan tanpa memperhatikan kesehatan. Okey? Salam!

GUNTORO UTAMADI, PKBI Pusat (dari berbagai sumber)

SUMBER: http://www.kompas.com/kompas-cetak/0206/28/dikbud/rema33.htm

SUMBER: http://www.kompas.com/kompas-cetak/0206/28/dikbud/rema33.htm

No comments: