Monday, July 31, 2006

Pria Desa Berpendidikan Rendah, Perokok Terbanyak

Sarjani Jamal (Peneliti di Badan Pengembangan Kesehatan Jakarta)
Selasa, 14 Mar 2006 13:31:38


Pdpersi, - Ada Apa Dengan Rokok?
Seseorang dikatakan perokok jika selama ini telah menghisap minimal 100 batang rokok. Rokok merupakan dilemma karena di satu sisi menimbulkan kerugian pada kesehatan sedangkan di sisi lain menjadi pemasok cukai yang cukup besar bagi negara.

Secara global, konsumsi rokok membunuh satu orang setiap 10 detik. WHO memperkirakan pada 2020 penyakit berkaitan dengan rokok akan menjadi masalah kesehatan utama di banyak negara. kebiasaan merokok dianggap menjadi entry point pada penyalahgunaan narkotik dan bahan berbahaya lainnya (narkoba).

Fenomena lain yang juga harus diperhatikan adalah para perokok pasif, yaitu orang yang tidak merokok tapi tercemar oleh asap rokok. Pencemaran tersebut dapat terjadi dalam rumah, ruangan kantor, kendaraan, dan tempat umum lainnya. Survei membuktikan !ebih dan 90% perokok aktif mengaku merokok dalam rumah ketika bersama anggota keluarga, sehingga sekitar 70% penduduk Indonesia berumur 0-14 tahun telah terpapar asap rokok sejak lahir (perokok pasif). Informasi mi menunjukkan betapa besarnya prevalensi perokok pasif dengan akibat yang lebih parah lagi.

Asap rokok terdiri dan 4.000 bahan kimia dan 200 di antaranya bersifat racun. Antara lain karbon monoksida (GO) dan polycyclic aromatic hydrocarbon yang mengandung zat-zat pemicu terjadinya kanker (seperti tar, benzopyrenes, vinyl chlorida, dan nitroso-nor-nicotine). Di samping itu, nikotin dapat menimbulkan ketagihan, baik pada perokok aktif maupun perokok pasif. Para perokok aktif dan pasif berisiko terkena batuk dengan sesak nafas 6,5 kali dibanding bukan perokok. Industni rokok selalu berusaha menyangkal bukti-bukti epidemiologis tentang dampak merokok mi pada kesehatan manusia.

Nikotin merupakan alkaloid yang bersifat stimulan dan pada dosis tinggi beracun. Zat mi hanya ada dalam tembakau, sangat adiktif, dan mempengaruhi otak/susunan saraf. Dalam jangka panjang, nikotin akan menekan kemampuan otak untuk mengalami kenikmatan, sehingga perokok akan selalu membutuhkan kadar nikotin yang semakin tinggi untuk mencapai tingkat kepuasan dan ketagihannya. Sifat nikotin yang adiktif ini dibuktikan dengan adanya jurang antara jumlah perokok yang ingin berhenti menokok dan jumlah yang berhasil berhenti. Survei pada anak-anak sekolah usia 13— 15 tahun di Jakarta menunjukkan bahwa lebih dan 20% adalah perokok tetap dan 80% di antaranya ingin berhenti merokok tetapi tidak berhasil.

Di pihak lain, pajak pengusaha rokok dan cukai tembakau menyumbang pemasukan negara cukup besar. Pengusaha rokok merupakan salah satu di antara pembayar pajak terbesar di Indonesia pada 2002. Gukai temhakau merupakan 90% lebih dan total penerimaan cukai pada 2000. Industri pengolahan tembakau telah menyerap lebih dan 250 ribu karyawan dan merupakan 5,6% dan seluruh tenaga kerja jenis pengolahan pada tahun 2000. Berdasarkan fenomena di atas, mungkinkah pabrik rokok ditutup?

Orang Desa Paling Banyak Jadi Perokok
Sekitar 60% penduduk Indonesia berada di pedesaan dan sisanya di perkotaan. Survei sosial dan ekonomi nasional (Susenas) 1995 dan 2001 menunjukkan bahwa persentase penduduk yang merokok di pedesaan lebih tinggi dibandingkan di perkotaan. Propinsi dengan persentase penduduk pedesaan yang merokok paling tinggi berturut-turut adalah Lampung (32%), Jawa Barat (31%), Kalimantan Barat (31%), dan Bengkulu (30%).

Propinsi dengan persentase penduduk perkotaan yang merokok paling tinggi adalah Jawa Barat, NTB, dan Lampung. Lampung dan Jawa Barat juga menjadi propinsi dengan persentase penduduk yang merokok paling tinggi secara nasional, sedangkan paling nendah adalah Bali. Dalam kaitan dengan penyuluhan antinokok, kedua propinsi itu perlu mendapat perhatian.

Pria Berpendidikan Rendah Lebih Banyak Jadi Perokok
Tingkat pendidikan penduduk Indonesia sangat beragam. Ada yang tidak sekolah/tidak tamat Sekolah Dasar (SD), ada yang tamat SD, tamat SLTP, tamat SLTA, dan ada pula yang berijazah Akademi/Universitas. Perilaku merokok akan herkaitan dengan pengetahuan dan sikap seseorang terhadap rokok, dan pendidikan menjadi latar belakangnya.

Survei secara nasional tersebut juga menunjukkan bahwa pria yang tidak sekolah/tidak tamat SD merupakan perokok terbanyak. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, makin sedikit yang jadi perokok. Sedangkan wanita hanya sedikit yang jadi perokok.

Pria Muda Lebih Banyak Menjadi Perokok
Survei yang sama juga menemukan bahwa laki-laki remaja lebih banyak menjadi perokok dan hampir dua pertiga dan kelompok umur produktif adalah perokok. Selama 5 tahun, telah terjadi peningkatan kebiasaan merokok pada semua kelompok umur pria, sedangkan pada wanita terjadi penurunan.

Pada pria, prevalensi perokok tertinggi adalah kelompok umur 25 —29 tahun. Hal ini terjadi karena jumlah perokok pemula jauh lebih banyak dari perokok yang berhasil berhenti merokok dalam satu rentang populasi penduduk. Sebagian besar perokok mulai merokok pada umur kurang dari 20 tahun dan separuh dari laki-laki umur 40 tahun ke atas telah merokok selama 30 tahun atau lebih. Lebih dan separuh penokok mengkonsumsi minimal 10 batang rokok per hari.

Hasil penelitian menunjukkan hampir 70% penokok Indonesia mulai merokok sebelum mereka berumur 19 tahun. Banyaknya perokok pemula di kalangan anak-anak dan remaja mungkin karena mereka belum mampu menimbang bahaya merokok bagi kesehatan dan dampak adiktif yang ditimbulkan nikotin. Perokok mungkin beranggapan bahwa mereka sendirilah yang menanggung semua bahaya dan risiko akibat kebiasaannya, tanpa menyadari bahwa sebenarnya mereka juga memberikan beban fisik dan ekonomi pada onang lain di sekitarnya sebagai perokok pasif.

Mesin Merokok
Di Indonesia, untuk mengetahui kadar nikotin dan tar serta karbon monoksid (CO) yang terdapat dalam rokok, digunakan mesin merokok (smoking machine) yang telah mendapatkan sertifikat ISO seperti yang ada di Badan POM. Cara ini juga digunakan di Amerika Serikat. Walaupun demikian, beberapa produsen rokok yang merasa dirugikan menggugat metode tersebut sebagai cara yang tidak sesuai dengan kenyataan penggunaan rokok sehari-hari. Adakah cara lain yang lebih sahih? Barangkali melalui penggunaan manusia sebagai volunteer mungkin dapat menjawab pertanyaan tersebut. Masalahnya adalah siapa yang bersedia dan bagaimana imbalannya?

Pembuatan rokok rendah nikotin dengan label Mild atau Light atau Ultra light tidak menyelesaikan masalah penurunan intake nikotin, tar, dan CO pada perokok. Rokok jenis ini menyebabkan para pencandu memerlukan lebih banyak batang rokok untuk mencapai tingkat nikotin yang dapat memuaskan rasa ketagihan mereka.

Rokok kretek mengandung 60-70% tembakau, sisanya 30—40% cengkeh dan ramuan lain. Cengkeh mengandung eugenol yang dianggap berpotensi menjadi penyebab kanker pada manusia dan terkait dengan zat kimia safrol yang menjadi salah satu penyebab kanker hati ringan. Penelitian pada 2003 yang disponsori oleh pabrik kretek Sampurna menemukan bahwa dari 23 rokok jenis kretek yang diteliti, 14 jenis di antaranya mengandung kadar nikotin di atas 2 mg /batang, 18 jenis mengandung tar di atas 40 mg/batang, dan 12 jenis mengandung eugenol di atas 8 mg/batang. Ini menunjukkan bahwa pada umumnya rokok kretek mengandung cukup tinggi ketiga zat yang membahayakan kesehatan tersebut.

Di samping itu, dalam rokok kretek terkandung berbagai zat tambahan yang berbeda sebagai bumbu yang dapat membuat rasa khas pada setiap jenis rokok. Beberapa di antaranya adalah bahan menyan, kelembab, dan ammonia yang dapat meningkatkan penyerapan alkaloid nikotin dalam bentuk base-nya. Juga terdapat aldehid, menthol, dan cocoa untuk memperbaiki rasa. Mungkin sebagian zat tersebut aman bila dimakan, tapi bila dihisap efeknya pada paru-paru bisa sangat merugikan perokok itu sendiri maupun perokok pasif.

Sponsor Olah Raga oleh Perusahaan Rokok
Iklan dinilai meningkatkan konsumsi tembakau, dengan menciptakan situasi pemakaian tembakau dianggap baik dan biasa. Pemberian sponsor serta promosi melalui berbagai kegiatan tampaknya menjadi kunci dalam strategi industri tembakau untuk merangkul para remaja. Semua perusahaan besar rokok di Indonesia menjadi sponsor pada berbagai kegiatan olah raga, acara remaja, film, dan konser musik. Hal ini berakibat terbentuknya image pada anak-anak yang mengasosiasikan merokok dengan keberhasilan/prestasi dan kebahagian. Para penyuluh kesehatan harus bekerja keras untuk melawannya.

Deklarasi Geongju (Korea) yang dikuatkan oleh 410 orang partisipan dan 39 negara peserta APACT September 2004 menghimbau agar pemerintah, pengusaha, dan individu di Asia mengakhiri semua bentuk iklan, sponsorship, promosi, dan kegiatan pemasaran rokok, termasuk sebagai sponsor pada ASEAN ART award dan Racing Formula I.

Kenapa Pria Sulit Berhenti Merokok?
Pada setiap bungkus dan iklan rokok telah dicantumkan peringatan kesehatan tentang bahaya merokok. Setiap perokok tentu tahu tentang hal itu. Walaupun demikian, tampaknya peringatan hanya berpengaruh pada perokok wanita, sedangkan pada pria tidak. Ini mungkin terjadi karena wanita lebih peduli dibandingkan pria terhadap akibat merokok pada dirinya (membahayakan kehamilan, kerusakan pada janin, dan risiko kanker serta penyakit jantung). Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah kenapa pria sulit atau tidak berhenti dan kebiasaan merokok? Hal ini terjadi karena sifat nikotin yang sangat adiktif. Di samping itu, lingkungan yang tidak mendukung untuk berhenti merokok lebih banyak terdapat pada pria dibanding wanita. Lingkungan yang tidak mendukung seseorang ingin berhenti merokok di antaranya pada saat main kartu /catur, sedang menunggu, stres, minum kopi, habis makan, dan jumpa teman lama yang perokok.

Sifat adiktif tembakau menyebabkan orang tergantung pada rokok dan jika dihentikan akan menimbulkan berbagai keluhan, seperti sulit mengkonsentrasikan pikiran dan kurang percaya din. Di samping itu, pria memiliki otoritas dalam menentukan pilihannya karena memiliki uang dan kesempatan untuk membeli rokok.

Pilihan Diserahkan kepada Konsumen
PP No. 19/2003 merupakan peraturan pemerintah pengganti PP No.81 /2000 tentang pengendalian tembakau. Peraturan pemerintah tersebut mencakup aspek yang berkaitan dengan ukuran dan jenis pesan peringatan kesehatan, pembatasan waktu bagi iklan rokok di media elektronik, pengujian kadar nikotin, dan tar. Perlu dicatat bahwa tidak ada pengaturan kadar maksimum nikotin dan tar dalam rokok pada PP 19/2003 ini. Dengan demikian, produsen bebas memproduksi rokok dengan kadar nikotin dan tar berapapun, asal kadar keduanya dicantumkan pada setiap bungkus rokok yang mereka produksi.

Tampaknya, jenis rokok mana yang akan diisap diserahkan pada konsumen.

Kalau dilihat dan segi perlindungan masyarakat terhadap biaya merokok, hal ini merupakan suatu kemunduran, karena seseorang yang sudah kecanduan cenderung menggunakan rokok dengan kadar nikotin yang lebih tinggi untuk memenuhi kepuasannya. Reaksi ini sangat membahayakan dan merugikan perokok itu sendiri. Tidak mungkin perokok yang sudah kecanduan akan memilih rokok dengan kadar nikotin rendah karena sifat adiksi dan nikotin yang cenderung meningkat untuk mencapai ambang kepuasan yang makin lama makin tinggi. Kalaupun yang digunakan rokok dengan rendah nikotin maka dia akan mengisap dalam jumlah batang yang lebih banyak.

Penutup

Salah satu alasan banyak orang sulit menerima bahaya penggunaan rokok terhadap kesehatan adalah tenggang waktu yang cukup lama (20-25 tahun) sejak mulai merokok sampai timbulnya kanker paru, gagal jantung, dan stroke. Disarankan agar pemerintah bersama masyarakat meningkatkan kegiatan untuk mengimbangi pengaruh kampanye perusahaan rokok, terutama yang ditujukan pada generasi muda sehingga pertambahan perokok pemula dapat ditekan. Di samping itu, penegakan hukum perlu dipertegas dengan merealisasikan sangsi kepada pelanggar peraturan tentang tembakau.

Medika Jurnal Kedokteran Indonesia No. 03 Tahun Ke XXXII, Maret 2006

Sumber: http://www.pdpersi.co.id/?show=detailnews&kode=957&tbl=artikel

No comments: