Wednesday, September 13, 2006

Puasa dan Kesehatan
Oleh: Zainal Muttaqin
KITA semua sudah tahu, puasa diperintahkan Allah kepada umat Islam dan umat-umat lain sebelumnya agar kita menjadi takwa (la'allakum tattaquun, Al Baqarah 183), bukan supaya kita sehat. Tak ada satu pun keterangan lain yang secara eksplisit menyebutkan kaitan antara puasa dan sehat, selain hadis Nabi yang artinya kira-kira, "Berpuasalah kamu, maka kamu akan sehat." Lalu kira-kira di manakah letak keterkaitan antara puasa Ramadan yang kita jalani setiap tahun ini dan kesehatan?

Puasa yang diperintahkan oleh syariat Islam, apabila dilakukan menurut aturan- aturan yang diajarkan Nabi saw dengan mengawalkan berbuka, mengakhirkan sahur, berbuka dengan makanan yang manis-manis, tidak akan mengganggu kesehatan kita. Atau dengan kata lain, masih dalam batas-batas toleransi kerja tubuh manusia yang sehat.

Bagaimana dengan tubuh yang sedang sakit? Di dalam Alquran jelas disebutkan bahwa dibolehkan tidak berpuasa dengan menggantinya pada hari lain bagi yang sedang sakit. Pengaruh dari puasa pada tubuh yang sedang sakit akan bergantung pada bagian/organ tubuh yang sakit. Penyakit kulit misalnya, tentu tak akan mengganggu perjalanan puasa kita. Namun ada jenis-jenis penyakit yang akan dipengaruhi atau akan berpengaruh pada pelaksanaan puasa kita, misalnya gangguan pada saluran pencernaan atau penyakit ginjal yang memerlukan pemenuhan cairan tubuh secara terus-menerus. Demikian pula orang-orang yang memiliki kecenderungan atau risiko penggumpalan darah yang meningkat (darahnya terlalu mudah menggumpal). Memelihara kesehatan dan mencari kesembuhan atas penyakit itu hukumnya wajib, sedangkan berbuat sesuatu yang dapat merusak kesehatan itu tidak diperbolehkan alias diharamkan. Jadi apabila dokter sudah menjelaskan bahwa puasa akan mengganggu proses pengobatan/ penyembuhan penyakit yang sedang kita derita, sebaiknya kita ikuti. Akan tetapi, ada orang-orang yang ingin sekali mencari alasan supaya boleh tidak berpuasa, dan sakit sering dijadikan alasan tersebut. Jadi tidak semua penyakit bisa dijadikan alasan untuk boleh tidak berpuasa, sebagaimana tidak semua orang yang sedang bepergian boleh tidak berpuasa (yang perjalanannya sama sekali tidak melelahkan). Tolok ukurnya tentu saja adalah pengetahuan tentang penyakit yang kita sandang dan hati kita.

Pembaca yang budiman, kebiasaan makan yang salah merupakan sebab terjadinya pelbagai macam penyakit seperti tekanan darah tinggi (hipertensi), penyempitan pembuluh darah otak (yang bisa mengakibatkan stroke), penyakit jantung koroner, dan sebagainya. Secara kejiwaan puasa merupakan usaha melatih kita untuk menjadi tenang, sabar, menghindari konflik, hanya memikirkan dan bahkan mengatakan hal-hal yang baik saja. Hasil dari latihan yang terus-menerus selama sebulan setiap tahun tentu akan berujung pada kemampuan kita untuk mengendalikan nafsu atau keinginan kita, termasuk nafsu dan keinginan dalam kebiasaan makan. Apabila kita hanya makan makanan yang halal dan baik bagi kesehatan tentu saja akan menjadikan kita sehat dan terhindar dari banyak macam penyakit seperti tersebut di atas. Bagi mereka yang punya hipertensi atau kadar lemak tubuh yang berlebihan, makanan yang banyak kolesterol dan banyak lemak tentu tidak baik, meskipun halal. Artinya, apabila kita bisa mengendalikan kebiasaan makan kita, sebagaimana yang diajarkan/dilatih selama berpuasa, diharapkan dapat mencegah terjadinya berbagai macam penyakit seperti tersebut di atas. Mungkin saja kemampuan mengendalikan nafsu kita dalam memilih jenis makanan dan menentukan jumlah yang dimakan itu merupakan makna luas dari yang dimaksudkan oleh Nabi saw dengan hadis yang berbunyi, "Berpuasalah, maka kamu akan menjadi sehat."

Saat menjalankan puasa, ada perubahan waktu masuknya cairan tubuh dari air yang kita minum. Saat sahur kita minum banyak-banyak sehingga cairan tubuh kita menjadi lebih encer, sedangkan pada sore hari cairan tubuh menjadi lebih pekat karena tidak ada penambahan air.

Dengan demikian, puasa memang bisa menjadi cara untuk melatih ginjal kita agar mampu mengeluarkan banyak air (berupa air kemih) sehabis sahur, dan menghemat pengeluaran air pada saat siang atau sore menjelang berbuka puasa. Namun penjelasan sebagian orang bahwa dengan puasa kita memberi kesempatan kepada organ pencernaan kita untuk sejenak beristirahat rasa-rasanya tidak tepat karena memang tidak perlu diistirahatkan. Lalu bagaimana bila yang kita beri kesempatan beristirahat itu jantung atau paru kita? (14n)

-Penulis adalah dosen Fakultas Kedokteran Undip dan pengurus ICMI Orwil Jawa Tengah. Puasa dan Kesehatan

Thanks to SUARA MERDEKA
Puasa Bagi Kebugaran & Kesehatan Tubuh


Memasuki bulan Ramadhan, berbagai persiapan sudah mulai dilakukan. Mulai dari berziarah ke makam orang tua dan kerabat, bersilaturahmi dengan kerabat sambil bermaaf-maafan hingga persiapan melaksanakan ibadah puasa Ramadhan selama sebulan penuh.

Menahan lapar dan dahaga serta hawa nafsu selama lebih dari 12 jam selama sebulan penuh tentu bukan hal yang mudah. Padahal jika dijalankan dengan benar mulai dari sahur hingga berbuka puasa, banyak sekali loh manfaat positif bagi jiwa dan tentunya kesehatan kita.
Sahur dan berbüka dengan benar

• Menahan lapar dan dahaga selama seharian penuh, bukan berarti Anda dapat makan dan minum secara berlebihan pada saat sahur dan berbuka puasa. Alih-alih sehat malah penyakit yang didapat.

Menjalankan puasa di siang hari, otomatis akan membuat pola makan kita berubah. Bila biasanya kita makan 3 kali sehari, berubah menjadi 2 kali sehari. Hal inilah yang membuat perlunya pengaturan buka puasa dan makan sahur yang benar karena berbuka dan makan sahur tidaklah sekadar memasukkan makanan.

Selama berpuasa, kadar gula dalam darah lebih rendah dibanding keadaan tidak berpuasa. Oleh karena itu, mengawali hidangan berbuka puasa dengan makanan ringan yang manis, seperti teh manis hangat dan kurma memang sangat dianjurkan karena gula merupakan sumber tenaga yang dapat segera digunakan. Tetapi jangan berlebihan, sebab akan mengganggu kenikmatan menyantap menu utama. Setelah kadar gula darah berangsur-angsur normal bisa dilakukan sembahyang maghrib.

Usai sembahyang maghrib dan beristirahat sejenak, barulah dilanjutkan dengan makanan yang lebih berat, nasi dan lauk pauknya beserta sayur mayurnya. Namun tetap dalam jumlah yang wajar karena benbuka puasa dengan metode “balas dendam” hanya akan “menyiksa” perut dan pencernaan. Nah, usai shalat Tarawih, acara makan dapat dilanjutkan dengan hidangan penutup yang masih tersisa.

Rasa enggan bangun untuk makan sahur hampir dialami oleh sebagian besar orang. Namun jangan pernah dituruti. Layaknya sarapan, makan sahur ternyata sangat perlu untuk mengimbangi zat gizi yang tidak diperoleh tubuh selama sehari berpuasa. Oleh karena itu, makan sahur tidak boleh sekadar kenyang tetapi tetap harus bergizi tinggi. Kalau perlu, hidangan pada saat sahur bisa menjadi cadangan kalori dan protein tinggi serta membuat lambung tidak cepat hampa makanan. Dengan demikian, rasa lapar tidak cepat dirasakan.

Lebih sehat dan bugar
• Walaupun pada hakikatnya puasa Ramadhan merupakan sarana untuk melatih diri menahan hawa nafsu agar terhindar dari perbuatan jahat, ternyata puasa juga dapat dijadikan terapi terhadap beberapa penyakit degeneratif.

Kegiatan puasa yang dirangkai dengan sembahyang Tarawih selama sebulan penuh, tak hanya bermanfaat sebagai terapi kesehatan namun tanpa disadari juga memberikan kebugaran. Dengan sembahyang sunat Tarawjh dan Witir sebanyak 11 hingga 23 rakaat, Tubuh diajak untuk “berolahraga” secara rutin selama kurang lebih 1-2 jam setiap hari selama sebulan. Oleh karena itu, tak heran bila sebulan kemudian Anda bisa tampil lebih fit dan bugar.

Tampil lebih bugar dan fit dengan bobot tubuh yang berkurang, memang sangat mungkin terjadi. Beberapa penelitian malah menunjukkan bahwa terjadi penurunan berat badan pada individu normal sebesar 1 - 4 kg setelah berpuasa penuh pada bulan Ramadhan.

Namun demikian, dari sekian banyak manfaat positif berpuasa bagi kesehatan, detoksifikasi adalah argumen yang paling banyak dibicarakan dalam kaitan manfaat berpuasa. Puasa Ramadhan yang dilakukan selama 29 atau 30 hari, tanpa kita sadari mampu memurnikan racun pada tubuh melalui kolon, ginjal, paru-paru, kelenjar limpa, dan kulit.

Mengapa demikian?
Karena ketika makanan tidak lagi memasuki tubuh, maka tubuh akan mengubah simpanan lemak menjadi energi. Saat simpanan lemak digunakan untuk energi selama berpuasa, proses ini melepaskan zat kimia yang berasal dari asam lemak ke dalam sistem yang kemudian dikeluarkan melalui organ-organ pembuangan.

Jadi sebetulnya, dengan berpuasa tidak perlu terjadi penurunan kinerja. Orang kantoran tidak perlu mengeluh tidak bisa berpikir lantaran lapar karena sebetulnya energi sudah disuplai oleh simpanan lemak.

Yang jelas, dengan melakukan puasa secara benar dalam arti berbuka dan sahur secara sehat, berbagai gangguan kesehatan bisa dihindari. Malahan, bisa memurnikan racun dalam tubuh. Tentu saja tidak berarti semua orang yang menderita sakit boleh berpuasa, karena semua itu tengantung kondisi penyakitnya yang akan ditentukan oleh dokter.

“...Puasa...puasa sebulan penuh puasa, puasa. . . puasa sebetulnya menyehatkan...” Sepenggal lagu yang kerap dikumandangkan Bimbo Bersaudara saat bulan Ramadhan tiba ternyata memang benar adanya. (Aya)

sumber : kompas.com
PUASA & PENGENDALIAN STRES

Banyak tokoh dunia yang mencari kekuatan mental serta kesempurnaan moral dengan melakukan puasa. Mahatma Gandhi, tokoh legendaris India dalam bidang politik maupun spiritual, sengaja berpuasa selama 21 hari demi mencapai tujuan perjuangannya bagi perdamaian India. Bung Karno dalam kegigihan dan heroismenya, disebut sering berpuasa, terutama pada saat-saat kritis melawan penjajah Belanda maupun Jepang

Ibadah puasa setiap bulan Ramadhan, seperti yang hendak ditunaikan umat Islam pada bulan Ramadhan 1419 H ini pun tidak hanya mengandung manfaat rohani. Menurut acuan teori yang logis konseptual, berikut hasil eksperimen atau riset di Barat, ternyata ibadah puasa sangat potensial untuk mencekal berbagai penyakit atau mempercepat proses (katalisator) penyembuhannya.Tanpa sikap sabar, tawakal, dan syukur, maka jiwa kita - meski beridentitas mukmin atau mukminat - dinyatakan sakit atau mengidap penyakit rohaniah.
Namun, berkat ibadah puasa dengan penuh keimanan dan tulus ikhlas mampu mempercepat proses penyembuhan berbagai penyakit. Itulah sebabnya Allah s.w.t. sudah menegaskan bahwa segala penyakit sesungguhnya ada obatnya, namun orang sering terpaku pada pengobatan lahiriah saja.

Ekses modernisasi
Dampak modernisasi dengan segala eksesnya di segala bidang kian terasa, khususnya terhadap kesehatan individu dan sosial. Seperti kita ketahui, masalah kesehatan berpengaruh langsung terhadap kualitas sumber daya manusia. Sebab itu, ekses-ekses yang biasa timbul sebagai akibat sampingan dari kehidupan modern perlu kita tekan sekecil mungkin dengan berbagai cara yang lebih berdaya guna.

Perusahaan-perusahaan di Malaysia, Singapura, dan Indonesia kini tengah dipacu melangkah maju dengan inovasi dan investasi di bidang riset dan pengembangan dalam upaya menjadikan negara-negara ini berkekuatan ampuh di bidang teknologi seperti Eropa, AS, dan Jepang. Kemajuan pesat di bidang sains dan teknologi selama ini memang patut disyukuri. Namun, jangan lupa, sudah sering diingatkan oleh para ahli sosiologi bahwa modernisasi - di mana saja dan kapan saja - menimbulkan the agony of modernization.

Derita sebagai dampak modernisasi ini dialami oleh hampir semua orang dalam kadar yang bervariasi. Yang paling sial adalah mereka yang belum dapat beradaptasi dengan perubahan yang begitu cepat, sekaligus tidak mengamalkan ajaran agamanya. Ekses-ekses dari modernisasi sebenarnya sudah disinyalir pakar kedokteran jiwa sebagai biang penyebab penyakit psikosomatis, lantaran kehidupan modern tak jarang menimbulkan stres yang tak terkontrol.

Tantangan yang kita hadapi dalam kehidupan modern ini, bukan hanya penyakit fisik dan mental, tetapi sekaligus penyakit sosial. Bagaimana tidak? Gaya hidup individualistis dan kesenjangan sosial sebagai ekses modernisasi kini kian tajam. Tak diragukan lagi bahwa penyakit sosial berakar dari kondisi kesehatan masing-masing orang.

Oleh karena itu, status kesehatan seseorang menurut WHO harus meliputi kesehatan fisik, mental, dan sosial. Sedangkan pengamalan ibadah - berpuasa terutama - bukan hanya akan mencekal berbagai penyakit yang dipicu oleh stres lepas kendali, tetapi juga dapat memperbaiki kondisi kesehatan sosial seseorang. Sebab, kalau ibadah ini diamalkan dengan penuh keimanan dan setulus hati, otomatis akan menggugah altruisme atau rasa cinta kasih tanpa pamrih terhadap sesama manusia.

Pengendali stres
Kehidupan dalam arus modernisasi - di perkotaan atau kota-kota besar terutama - sering diliputi stres yang tak terkontrol, lebih-lebih dengan seringnya terjadi kemacetan lalu lintas dan kejahatan yang terjadi seperti akhir-akhir ini. Tetapi, jahatkah stres itu?

Pada dasarnya stres bisa berpengaruh negatif maupun positif, tergantung orangnya. Seperti kita ketahui, persoalannya tergantung apakah kita bisa mengendalikannya atau tidak. Orang-orang yang tak mampu mengendalikan stres itu merasa tertekan dan tak tenang. Kondisi psikis yang serba tak enak itu, menurut riset kedokteran, telah memicu timbulnya berbagai penyakit berat, yaitu penyakit kardiovaskuler (pembuluh darah dan jantung), hipertensi, ginjal, tumor/kanker, diabetes, maag, depresi, dan insomnia. Tak heran bila pihak WHO menyebutkan, stres lepas kendali ini merupakan pembunuh terbesar di dunia. Statistik perihal itu menunjukkan "penyakit gaya hidup modern" yang 30 tahun silam tak dikenal di negara-negara berkembang kini malah jadi penyebab kematian 40 - 50%.

Dalam bukunya The Turning Point: Science Society and the Raising Culture Capra menyatakan, stres lepas kendali merupakan salah satu ekses modernisasi yang diakibatkan oleh terpisahnya sains dan teknologi dari pengaruh spiritual keagamaan. Padahal, jenius kaliber dunia Albert Einstein pernah berkata, "Ilmu pengetahuan tanpa agama akan buta dan agama tanpa ilmu pengetahuan akan lumpuh."

Sebenarnya, kalau saja stres itu kita kendalikan dengan berpuasa secara reguler misalnya, minimal bisa membangkitkan energi mental agar orang bersemangat, percaya diri, dan optimistis, sehingga bersikap pantang mundur serta selalu terpacu untuk mencapai prestasi atau kesuksesan yang diridhai Tuhan. Dengan kata lain, stres yang terkendali justru merupakan daya pendorong, tenaga konstrukstif di balik kreativitas, yaitu untuk mengungkit prestasi dalam bidang apa saja.

Perubahan jadwal makan-minum selama berpuasa pun tak luput dari stres, sebab orang harus menahan lapar dan dahaga seharian. Untungnya, hal itu, menurut hasil riset, hanya memiliki nilai stres 15. Ini ternyata jauh di bawah nilai stres 29 akibat perubahan tanggung jawab dalam pekerjaan, dan nilai stres 53 akibat sakit atau kecelakaan. Yang lebih menggembirakan lagi, sesudah orang berpuasa memasuki minggu kedua, umumnya stresnya kian terkendali, lantaran fisik maupun mentalnya sudah bisa beradaptasi secara mantap. Jadi, dengan berpuasa pun kita bisa mengendalikan stres.

Sebagai psiko-fisio terapiKarena berpuasa secara teratur mampu mengendalikan stres, maka tak heran jika terapi puasa ini berkembang peminatnya dan cukup populer di Eropa dan Amerika Serikat, karena berbagai penyakit berat akibat pengaruh stres berkepanjangan bisa dicekal atau dipercepat proses penyembuhannya di samping upaya medis.

Di klinik dekat Pyrmont, Jerman, dr. Otto Buchinger dan kawan-kawan telah banyak menyembuhkan pasien dengan terapi puasa. Penyembuhan meliputi penyakit fisik dan kejiwaan, sehingga bisa dikatakan sebagai psiko-fisio terapi. Setelah para pasien dirawat secara medis selama sekitar 2 - 4 minggu dan berdisiplin puasa, ternyata mereka lebih cepat sehat dan segar kembali baik fisik maupun mentalnya. Juga lebih bergairah hidup. Berbagai penyakit, antara lain penyakit kardiovaskuler, ginjal, kanker, hipertensi, depresi, diabetes, maag dan insomania, juga dapat disembuhkan.

Dr. Yuli Nekolar dari Moscow Institute of Psychiatry pun melaporkan hasil risetnya bahwa upaya penyembuhan secara medis yang disertai dengan terapi puasa hasilnya lebih baik dan lebih cepat. Hal ini juga telah dibuktikan kehandalannya oleh para pasien yang menjalani terapi puasa itu di sejumlah klinik Health Spa di Amerika. Meski cara berpuasa di klinik itu tak persis sama dengan praktek puasa Ramadhan, tapi dasar fisiologi dan biokimia yang terjadi dalam tubuh pada prinsipnya sama.

Manusia modern hingga kini masih kewalahan menghadapi ulah aneka macam penyakit. Entah itu penyakit fisik maupun mental, di samping penyakit sosial yaitu dalam hal pencegahan, penyembuhan, dan terutama dalam upaya mengatasi perkembangan penyakit. Sebab terbukti bahwa obat-obatan hasil rekayasa otak manusia, dari yang tradisional sampai yang dijamin secara medis, bisa manjur namun bisa juga tidak mempan, padahal sering harus ditebus dengan biaya relatif mahal. Belum lagi kita dihadang untuk menanggulangi keganasan penyakit AIDS yang belum ada obatnya.

Namun, segala penyakit "canggih" itu tentu tak akan mampu mendekat apabila kita melaksanakan komitmen iman-takwa-moral yang menjadi esensi ibadah puasa. Selamat menunaikan ibadah puasa Ramadhan. (Soekirno, Ketua Forum Kajian Islam dan Aplikasi Sosial-Kemasyarakatan dan pustakawan pada Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah LIPI, Jakarta)
Thansk to INTISARI
Puasa Tanpa Bau Mulut, Mungkinkah?
Marhaban ya Ramadhan. Tak lama lagi, umat Islam di seluruh dunia kembali berjumpa dengan bulan suci yang dinanti-nantikan ini. Seperti tahun-tahun sebelumnya, kita kembali bisa merasakan nikmatnya berbuka puasa dan bersantap sahur.

Puasa di bulan Ramadhan, bagi umat Islam, memang memberikan nikmat dan manfaat rohani yang tak terkira. Namun, sejumlah penelitian juga membuktikan, puasa banyak sekali manfaatnya bagi kesehatan jasmani. Berpuasa akan memberi kesempatan pada organ pencernaan kita untuk beristirahat sehingga organ itu bisa dibersihkan dan membentuk zat-zat baru yang dibutuhkan. Tak cuma itu. Proses pembersihan dan pelepasan racun dari usus, ginjal, kandung kemih, paru-paru, serta kulit, juga lebih meningkat saat puasa. Jadi, jangan heran, jika setelah berpuasa selama sebulan, Anda merasa lebih fit dan bugar.

Namun, buat yang tetap aktif bekerja dan berhubungan dengan banyak orang selama bulan Ramadhan, ada satu hal yang kerap dicemaskan. Apalagi kalau bukan masalah bau mulut (halitosis). ''Bau mulut ketika puasa terjadi karena kekeringan pada mulut akibat kurangnya cairan (saliva atau air ludah). Karena saliva berkurang, bakteri dalam mulut pun jadi lebih banyak sehingga muncullah bau mulut,'' kata dokter Sonia Wibisono ketika berbicara dalam sebuah talkshow bertema Mulut Sehat dan Segar Saat Berpuasa di Hotel Gran Mahakam, Jakarta, belum lama ini.

Pada kesempatan itu, dokter cantik alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) 2001 ini juga menjelaskan lebih jauh mengenai bau mulut. Menurutnya, selain kekurangan cairan karena berpuasa, secara umum bau mulut juga bisa timbul karena berbagai sebab, yaitu:

* Makanan.
Ada beberapa jenis bahan makanan yang berpotensi mengeluarkan aroma kurang sedap dari mulut Anda. Sebut saja misalnya: bawang merah, bawang putih, petai, jengkol, durian, ikan, daging, juga berbagai produk susu.
* Gigi berlubang, infeksi gusi, karang gigi.Ketiga hal ini disebabkan oleh bakteri yang bersarang di sisa-sisa makanan yang tertinggal di sela-sela gigi, gusi, dan lidah. Gigi berlubang yang tak terawat dengan baik akan membentuk abses (pengumpulan nanah). ''Bakteri yang hidup di dalamnya, akan memetabolisasikan jaringan-jaringan mati sehingga menimbulkan bau mulut.''
* Penyakit saluran pernapasan seperti radang tonsil dan sinus.
* Diet. Ketika seseorang melakukan diet yang membuatnya jarang mengunyah makanan, maka ancaman bau mulut pun timbul. ''Saat kita makan, saliva banyak terbentuk, dan ini akan membantu membersihkan bagian belakang mulut yang biasanya banyak mengandung bakteri,'' terang dokter yang membintangi sejumlah iklan ini.

* Merokok.
Kebiasaan merokok membuat tar dan nikotin bertumpuk, saliva pun berkurang. Nah, ini meningkatkan risiko penyakit gusi dan sinus, yang ujung-ujungnya bisa menimbulkan bau mulut.
* Lidah kotor.
Lidah yang kotor karena jarang dibersihkan berpotensi menimbulkan plak, tentunya dengan tumpukan bakteri di sana. Ini bisa menimbulkan bau mulut.* Selain itu ada sejumlah gangguan kesehatan dan penyakit yang bisa menimbulkan bau mulut, yaitu: penyakit maag, gangguan hati, gangguan ginjal, penyakit diabetes yang tidak terkontrol, penyakit paru, dan sulit buang air besar.

Kiat mengatasi bau mulutUntuk mengatasi bau mulut saat puasa, Sonia menyarankan untuk selalu menggosok gigi setelah sahur, berbuka puasa, dan mau tidur. Gosoklah gigi Anda secara benar, sehingga semua bagian gigi dan rongga mulut benar-benar bersih.

Untuk membersihkan sisa-sisa makanan yang ada di sela-sela gigi, Anda bisa gunakan dental floss. ''Pilih yang netral tanpa pengharum. Cek baunya. Bersihkan lagi kalau masih berbau,'' saran Sonia.

Tak cuma sisa-sisa makanan yang ada di sela gigi. Bagian atap mulut juga harus disikat dengan baik. Begitu juga lidah, mesti dibersihkan agar tidak menimbulkan aroma busuk. Setelah benar-benar bersih, sempurnakan 'acara' membersihkan gigi dan mulut dengan cairan kumur antiseptik yang tepat. ''Pilih cairan kumur yang baik. Karena ada cairan kumur yang cuma bikin mulut terasa segar tanpa bisa mengurangi bakteri yang ada di dalam mulut.''

Cukupkah hanya menggosok gigi dan berkumur dengan obat kumur? Ternyata belum. Ada beberapa hal lain yang perlu Anda lakukan untuk mendukung kesehatan gigi dan mulut Anda selama berpuasa, yaitu: banyak minum setelah berbuka dan pada saat sahur. Jangan lupa pula, perbanyak konsumsi sayur dan buah. Anda yang biasa merokok, sebisa mungkin hentikan kebiasaan buruk ini. Konsumsi minuman berkafein sebaiknya juga dikurangi, atau bahkan dihindari. ''Kafein bersifat diuretik (merangsang pengeluaran urine), sehingga bisa membuat mulut menjadi kering,'' tutur Sonia. Yang tak kalah pentingnya adalah melakukan aktivitas ringan secara teratur selama dalam bulan Ramadhan, dan menghindari stres.

Saran serupa juga disampaikan oleh dokter Marojahan Hutagalung, manajer produk PT Mahakam Beta Farma, perusahaan farmasi yang memproduksi berbagai produk antiseptik di Indonesia, salah satunya obat kumur Betadine. Menurut Marojahan, yang akrab disapa Jack, berkumur menggunakan cairan antiseptik Betadine setelah makan sahur dan berbuka puasa, besar manfaatnya untuk mengatasi bau mulut selama berpuasa. Obat kumur ini mengandung antiseptik yaitu povidone iodine 1%. Riset yang dilakukan Napp Laboratories, Cambridge menunjukkan, povidone iodine merupakan zat antiseptik kuat yang ampuh membunuh berbagai kuman (bakteri, jamur, parasit) penyebab gangguan kesehatan dan kesegaran pada mulut. Selain efektif membunuh kuman, zat antiseptik yang yang telah digunakan sejak tahun 1960 ini juga aman karena jarang menimbulkan efek samping.

Tak hanya bau mulut, kata Jack, obat kumur ini juga efektif mengatasi plak gigi, infeksi atau radang tenggorokan, sariawan, gusi berdarah, dan sakit gigi. ''Pada saat sakit tenggorokan, berkumurlah dengan cara mendongakkan kepala sehingga cairan mencapai ke tenggorokan selama setengah sampai 1 menit untuk memperoleh hasil yang optimal,'' saran Jack.
Thanks to republika.co.id